Sedangkan
menurut Ki Hajar Dewantara, Kebudayaan berarti hasil perjuangan manusia
terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan
hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup
dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
7 Unsur Kebudayaan Universal Menurut
Koentjaraningrat
Kebudayaan
umat manusia mempunyai unsur unsur yang bersifat universal. Unsur unsur
kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua
kebudayaan bangsa bangsa di dunia. Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur
kebudayaan universal yaitu:
- Bahasa
- Sistem Pengetahuan
- Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
- Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
- Sistem Mata Pencaharian Hidup
- Sistem Religi
- Kesenian
Dalam tulisan ini saya akan membahas
satu persatu dari 7 unsur kebudayaan tersebut.
1. Bahasa
Bahasa
merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk
berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi
mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing,
kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang
fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada
generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa
menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
Menurut
Koentjaraningrat, unsur bahasa atau sistem perlambangan manusia secara lisan
maupun tertulis untuk berkomunikasi adalah deskripsi tentang ciri-ciri
terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan
beserta variasivariasi dari bahasa itu. Ciri-ciri menonjol dari bahasa suku
bangsa tersebut dapat diuraikan dengan cara membandingkannya dalam klasifikasi
bahasa-bahasa sedunia pada rumpun, subrumpun, keluarga dan subkeluarga. Menurut
Koentjaraningrat menentukan batas daerah penyebaran suatu bahasa tidak mudah
karena daerah perbatasan tempat tinggal individu merupakan tempat yang sangat
intensif dalam berinteraksi sehingga proses saling memengaruhi perkembangan
bahasa sering terjadi.
Di Kota
Semarang Bahasa yang sering digunakan yaitu Bahasa Jawa Semarang yang merupakan
dialek Bahasa Jawa yang dituturkan di Karesidenan Semarang. Dialek ini tak
banyak berbeda dengan dialek di daerah Jawa lainnya. Letak daerah Semarang yang
secara geografis merupakan daerah heterogen karena meliputi wilayah pesisir dan
pegunungan membuat dialek yang dipakai memiliki kata ngoko, ngoko andhap dan
madya di Semarang ada pada zaman sekarang.
Frasa:
"Yo ora.." (Ya tidak) dalam dialek semarang menjadi "Yo orak too
". Kata ini sudah menjadi dialek sehari-hari para penduduk Semarang.
Contoh
lain: " kuwi ugo" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi
barang" ("barang" diucapkan sampai sengau memakai huruf h
"bharhang").
Para
pemakai dialek Semarang juga senang menyingkat frasa, misalnya Lampu abang ijo
(lampu lalu lintas) menjadi "Bang-Jo", Limang rupiah (5 rupiah)
menjadi "mang-pi", kebun binatang menjadi "Bon-bin",
seratus (100) menjadi "nyatus", dan sebagainya. Namun tak semua frasa
bisa disingkat, sebab tergantung kepada kesepakatan dan minat para penduduk
Semarang mengenai frasa mana yang disingkat. Jadi contohnya "Taman
lele" tak bisa disingkat "Tam-lel" juga Gedung Batu tak bisa
menjadi "Ge-bat", dsb. Namun
ada juga kalimat-kalimat yang disingkat, contohnya; "Kae lho pak mu
Nadri" artinya "Itu lho pamanmu dari Wanadri". "Arep numpak
Kijang kol" artinya akan menumpang omprengan. Zaman dulu kendaraan
omprengan biasa menggunakan mobil merk "Colt", disebut
"kol" maka setelah diganti "Toyota Kijang" menjadi
Kijang-kol. Apa lacur kini ada yang menjadi "mercy-kol".
Adanya
para warga/budaya yang heterogen dari Jawa, Tiongkok, Arab, Pakistan/India juga
memiliki sifat terbuka dan ramah di Semarang tadi, juga akan menambah kosakata
dan dialektik Semarang di kemudian hari. Adanya bahasa Jawa yang dipergunakan
tetap mengganggu bahasa Jawa yang baku, sama dengan di daerah Solo. Artinya,
jika orang Kudus, Pekalongan, Boyolali pergi ke kota Semarang akan mudah dan
komunikatif berkomunikasi dengan penduduknya.
Dialek
Semarang memiliki kata-kata yang khas yang sering diucapkan penuturnya dan
menjadi ciri tersendiri yang membdakan dengan dialek Jawa lainnya. Orang
Semarang suka mengucapkan kata-kata seperti "Piye, jal?" (=Bagaimana,
coba?) dan "Yo, mesti!". Orang semarang lebih suka menggunakan kata
"He'e" daripada "Yo" atau "Ya".
Orang
Semarang juga lebih banyak menggunakan partikel "ik" untuk
mengungkapkan kekaguman atau kekecewaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh
bahasa Jawa. Misalnya untuk menyatakan kekaguman :"Alangkah
indahnya!", orang Semarang berkata: "Apik,ik!". Contoh lain
untuk menyatakan kekecewaan: "Sayang, orangnya pergi!", orang
Semarang berkata: "Wonge lungo, ik"!.
Partikel
"ik" kemungkinan berasal dari kata "iku" yang berarti
"itu' dalam bahasa Jawa, sehingga untuk mengungkapkan kesungguhan orang
Semarang mengucapkan "He'e, ik!" atau "Yo, ik".
Beberapa
kosakata khas Semarang adalah: "semeh" Yang berarti "ibu"
dan "sebeh" yang berarti "ayah", yang dalam dialek Jawa
yang lain, "sebeh" sering dipakai dalam arti "mantra" atau
"guna-guna". 2. Sistem Pengetahuan
Sistem
pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup
dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam
ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup
pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.
Semarang terdapat sejumlah
perguruan tinggi ternama baik negeri maupun swasta. Berdasarkan data dari DAPODIK Kota Semarang
2010/2011, perguruan tinggi di Kota Semarang:
Perguruan tinggi negeri:
·
Universitas Diponegoro (UNDIP)
·
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
·
Politeknik Negeri Semarang (POLINES)
·
IAIN Walisongo
·
Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang
(P3B/BPLP/PIP)
·
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
(POLTEKKES Semarang)
Perguruan tinggi
swasta:
·
Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS)
·
Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA)
·
Universitas STIKUBANK
·
Universitas Pandanaran (UNPAND)
·
STIE Totalwin Semarang
·
Sekolah Tinggi Ilmu Elektronika dan Komputer
Semarang (STEKOM)
·
Universitas Sultan Agung (UNISSULA)
·
Universitas Semarang
·
Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG)
·
Universitas Muhammadiyah Semarang
·
Universitas Wahid Hasyim Semarang
·
Universitas AKI Semarang
·
Akademi Statistika (AIS) Muhammadiyah Semarang
·
STMIK ProVisi IT College
·
AKABA 17 Agustus 1945
·
STIE Dharma Putra
·
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Jateng
·
Kolese PIKA
3. Sistem
Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial
Unsur
budaya berupa sistem kekerabatan dan organisasi social merupakan usaha
antropologi untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui
berbagai kelompok sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat
kehidupannya diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai
macam kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke
hari. Kesatuan sosial yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu
keluarga inti yang dekat dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan
digolongkan ke dalam tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi social dalam kehidupannya. Kekerabatan
berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena
perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu komunitas atau
organisasi sosial.
Masyarakat pada umumnya menganut sistem kekerabatan Patrinial. Yang apabila anggota keluarga (perempuan) yang menikah maka dia harus ikut suami. Masyarakat sangat tinggi solidaritasnya, sehingga dalam bekerjasama masyarakatnya saling membantu dan tidak memikirkan imbalan dari pekerjaan yang sudah dilakukan. Masyarakat juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Masyarakatterbagi menjadi tiga kelompok: kaum ningrat, priyayi, santri, dan wong cilik.
Masyarakat pada umumnya menganut sistem kekerabatan Patrinial. Yang apabila anggota keluarga (perempuan) yang menikah maka dia harus ikut suami. Masyarakat sangat tinggi solidaritasnya, sehingga dalam bekerjasama masyarakatnya saling membantu dan tidak memikirkan imbalan dari pekerjaan yang sudah dilakukan. Masyarakat juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Masyarakatterbagi menjadi tiga kelompok: kaum ningrat, priyayi, santri, dan wong cilik.
1. Ningrat
Ningrat
atau Bendara adalah kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa. Pada tingkatan ini
biasanya diisi oleh para anggota keraton, atau kerabat-kerabatnya, baik yang
memiliki hubungan darah langsung, maupun yang berkerabat akibat pernikahan.
Bendara pun memiliki banyak tingkatan juga di dalamnya, mulai dari yang
tertinggi, sampai yang terendah. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dari gelar
yang ada di depan nama seorang bangsawan tersebut.
2. Priyayi
Priyayi
ini sendiri konon berasal dari dua kata bahas Jawa, yaitu “para” dan “yayi”
atau yang berarti para kaum terdidik. Dalam istilah kebudayaan Jawa, istilah
priyayi ini mengacu kepada suatu kelas sosial tertinggi di kalangan masyarakat
biasa setelah Bendara atau ningrat karena memiliki status sosial yang cukup
tinggi di masyarakat. Biasanya kaum priyayi ini terdiri dari para pegawai
negeri sipil dan para kaum terpelajar yang memiliki tingkatan pendidikan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya.
3. Santri
Yang
ketiga adalah golongan santri. Golongan ini tidak hanya merujuk kepada seluruh
masyarakat suku Jawa yang beragama muslim, tetapi, lebih mengacu kepada para
muslim yang taat dengan beragama, yaitu para santri yang belajar di
pondok-pondok yang memang banyak tersebar di seluruh daerah Jawa.
4. Wong cilik
Wong cilik
atau golongan masyarakat biasa yang memiliki kasta terendah dalam pelapisan
sosial. Biasanya golongan masyarakat ini hidup di desa-desa dan bekerja sebagai
petani atau buruh.
4. Sistem
Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia
selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu
membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog
dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai
suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup
dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan
tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi
merupakan bahasan kebudayaan fisik.
Kota
Semarang dapat ditempuh dengan perjalanan darat, laut, dan udara. Semarang
dilalui jalur pantura yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di pantai
utara Pulau Jawa. Saat ini sedang dibangun jalan tol yang menghubungkan
Semarang dengan Solo.
Angkutan
bus antarkota dipusatkan di Terminal Terboyo, Kecamatan Genuk. Angkutan dalam
kota dilayani oleh bus kota, angkot, dan becak. Pada tahun 2009 mulai
beroperasi TransSemarang, yang juga dikenal dengan BRT (Bus Rapid Transit),
sebuah moda angkutan massal meskipun tidak menggunakan jalur khusus seperti busway
(Trans Jakarta) di Jakarta.
Semarang
memiliki peranan penting dalam sejarah kereta api Indonesia. Di sinilah tonggak
pertama pembangunan kereta api Hindia Belanda dimulai, dengan pembangunan jalan
kereta api yang dimulai dari desa Kemijen menuju desa Tanggung sepanjang 26 Km)
dengan lebar sepur 1435 mm. Pencangkulan pertama dilakukan oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, Mr LAJ Baron Sloet van den Beele, Jumat 17 Juni 1864.
Jalan kereta api ini mulai dioperasikan untuk umum Sabtu, 10 Agustus 1867.
Pembangunan jalan KA ini diprakarsai sebuah perusahaan swasta Naamlooze
Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV NISM) (terjemahan:
Perseroan tak bernama Perusahaan Kereta Api Nederland-Indonesia) yang dipimpin
oleh Ir JP de Bordes. Kemudian, setelah ruas rel Kemijen - Tanggung,
dilanjutkan pembangunan rel yang dapat menghubungkan kota Semarang - Surakarta
(110 Km), pada 10 Februari 1870. Semarang memiliki dua stasiun kereta api:
Stasiun Semarang Tawang untuk kereta api kelas bisnis dan eksekutif, serta
Stasiun Semarang Poncol untuk kereta api kelas ekonomi dan angkutan barang.
Kereta api di antaranya jurusan Semarang-Jakarta, Semarang-Bandung,
Semarang-Surabaya, Jakarta-Semarang-Jombang, Jakarta-Semarang-Malang, Semarang-Tegal,
dan Semarang-Bojonegoro.
Angkutan
udara dilayani di Bandara Ahmad Yani, menghubungkan Semarang dengan sejumlah
kota-kota besar Indonesia setiap harinya. Sejak tahun 2008 Bandara Ahmad Yani
menjadi bandara Internasional dengan adanya penerbangan langsung ke luar negri,
contohnya ke Singapura dan Kualalumpur.
Pelabuhan
Tanjung Mas menghubungkan Semarang dengan sejumlah kota-kota pelabuhan
Indonesia; pelabuhan ini juga terdapat terminal peti kemas. Untuk memperlancar
jalur transportasi ke arah kota/kabupaten di Jawa Tengah di Bagian Selatan
terutama jalur padat Semarang-Solo, saat ini sedang dibangun Jalan Tol
Semarang-Solo. Pada tahap pertama, pembangunan jalan tol tersebut telah
dioperasikan sebagian, yaitu Semarang-Ungaran yang telah mulai digunakan tahun
2011. Saat ini, pembangunan jalan tol ruas Ungaran-Bawen sedang dilakukan.
5. Sistem
Mata Pencaharian Hidup
Mata
pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian
penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian
mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem
perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat
di daerah Semarang sebagian besar di sektor jasa yaitu sekitar 26,35%, dan
sisanya bermata pencaharian seperti buruh, petani, angkutan, nelayan,
pengusaha, pedagang, dan TNI serta PNS. Mereka mendominasi pegawai negeri
sipil, BUMN, anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat
kementerian dan militer. Orang Semarang Utara juga banyak yang bekerja di luar
negeri, sebagai buruh kasar dan pembantu rumah tangga. Mendominasi tenaga kerja
Indonesia di luar negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina,
Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.
6. Sistem
Religi
Koentjaraningrat
menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah
adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib
atau supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa
manusia itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari
hubungan-hubungan dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut. Dalam usaha untuk
memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula religi
tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di luar
Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh umat
manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan
mereka
masih primitif.
Masyarakat yang ada di Kota
Semarang termasuk masyarakat yang religius. Di mana setiap individu memeluk dan
menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal ini tidak lepas dari
sejarah kota Semarang yang merupakan salah satu kota yang menjadi obyek
persinggahan dan penyebaran agama, terutama agama Islam yang mayoritas penduduk
kota Semarang beragama Islam. Dalam
catatan, sejarah Kota Semarang ini didirikan oleh seorang pemuda bernama Ki
Pandan Arang pada tahun 1476 M. Ki Pandan Arang inilah dalam msyarakat Semarang
disebut sebagai pendiri Kota Semarang dan sekaligus menjadi bupati. Semarang
yang pertama. Ki Pandan Arang diberikan izin dari Kesultanan Demak untuk
membuka wilayah yang berada di sebelah barat Demak, yang belakang hari disebut
Semarang. Sehingga inilah yang menjadikan mayoritas masyarakat Kota Semarang
beragama Islam. Selain agama Islam, penduduk kota Semarang juga mengakut agama
lain seperti Katholik, Kristen, Buddha, Hindu, Konghucu dan lain-lain. Dalam
kehidupan beragama, masyarakat Semarang juga memiliki ritual-ritual khas
keagamaan yang dilaksanakan sebagai tradisi masyarakat. Selain ritual ibadah
yang telah diwajibkan agama masing-masing. Ritual tersebut yang mentradisi
dilakukan secara kolektif oleh masyarakat secara turun-menurun dengan tata cara
tertentu. Dalam proses tersebut terjadi akulturasi antara nilai-nilai agama
yang dianut dengan budaya etnik tertentu, bahkan ada yang merupakan akulturasi
multikultural. Terlebih dalam sejarahnya Semarang menjadi kota banyak
disinggahi dari berbagai etnis pendatang dari berbagai negara. Keberagaman etnis ini tergambar dengan adanya
pemukiman seperti wilayah Pacinan dan Pedamaran. Wilayah ini sekarang berada di
sekita jalan Gang Pinggir sampai jalan Mataram. Pemukiman ini didirikan oleh
pendatang dari daratan Cina pada masa Laksamana Chen Ho. Kemudian ada pemukiman
orang-orang muslim melayu yang mendirikan pemukiman di kawasan Kampung Darat
dan Kampung Melayu. Demikian juga orang muslim Arab, India, Pakistan dan Persia
yang datang mendirikan pemukiman di wilayah Pakojan. Kawasan ini di sekitar
jalan Kauman, jalan Wahid Hasyim sampai jalan Petek di Semarang Bagian Utara. Keberagaman
penduduk tersebut juga membuat keberagaman kebudayaan. Setiap warga Semarang
mempunyai kebudayaannya sendiri-sendiri berdasarkan negara asalnya. Namun seiring
berjalannya zaman terjadi sebuah pembauran secara kultur. Seolah tidak ada
batas antara kelompok masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Sehingga
jadi sebuah masyarakat yang multikultul dan multietnis. Keberadaan Semarang
yang termasuk dalam wilayah budaya Jawa pesisiran menjadikan tempat pergumulan
budaya lokal dengan berbagai ragam etnis berhasil menghasilkan mozaik budaya
lokal yang plural. Tampak pada aktivitas kultur upacara atau tradisi yang
berkembang. Karakter masyarakat pesisir yang bersemangat kerakyatan, terbuka,
apa adanya dan religius diimplementasikan dalam bentuk tradisi, seminal sedekah
laut di kampung nelayan Tambak Lorok dan Bandarjo.
Dalam hal
tradisi keagamaan yang masih diselenggarakan oleh pendudukan muslim Semarang misalnya
tradisi selamatan atas syukuran, Yasinan, Tahlilan, Khataman, Manaqiban,
Berzanzii, Takbiran dan. Dugderan. Selain tradisi keagamaan umat Islam, di Kota
Semarang juga memiliki tradisi ritual yang dikembangkan oleh warga umat yang
lain. terutama dari etnik Tionghua. Semenjak berakhirnya orde baru,
tradisi-tradisi budaya maupun ritual warga Tionghua kembali semarak hingga
sekarang ini. Tradisi tersebut seperti arak-arakan Dewa Bumi, perayaan Imlek,
arak-arakan Sam Po Kong dan larung sesaji untuk Dewa Samudra.[12].
Tradisi
yang banyak menarik masyarakat Semarang dan diselenggarakan setiap tahun adalah
perayaan ritual Dugderan. Dugderan ini dilakukan setiap menjelang bulan
Ramadlan. Sebagai maskot dalam perayaan tradisi tersebut dihadirkan sebuah
binatang khayalan yang disebut dengan Warak Ngendok yang merupakan simbol
harmonisasi kehidupan budaya yang membentuk kesatuan identitas bersama dalam
realitas budaya yang beragam.
7. Kesenian
Secara
sederhana eksenian dapat diartikan sebagai segala hasrat manusia terhadap
keindaha. bentuk kendahan yang beraneka tagam itu timul dari permainan
imajinasi kreatif yang dapat memberikan kepuasan batin bagi amnusia. Secara
garis besar, kita dapat memetakan bentuk kesenian dalam tiga garis besar, yaitu
seni rupa, seni suara dan seni tari.
Orang
Semarang terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama
Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Cerita wayang atau lakon sebagian besar
berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh
Islam dan Dunia Barat juga mempengaruhi seni yang berkembang di Jawa. Seni
batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musikgamelan
berkembang dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa. Semarang memiliki seni
budaya warak ngendhok dhugdheran yang diadakan menjelang bulan Ramadhan.
Berikut
ini beberapa Kebudayaan dan Kesenian Asli Kota Semarang:
·
Dugderan
Dugderan merupakan festival untuk menandai dimulainya ibadah puasa
di bulan Ramadan yang diadakan di Kota Semarang. Perayaan yng telah dimulai
sejak masa kolonial ini dipusatkan di daerah Simpang Lima. Perayaan dibuka oleh
wali kota dan dimeriahkan oleh sejumlah mercon dan kembang api (nama
"dugderan" merupakan onomatope dari suara letusan).
·
Penganten Semarangan
·
Apitan (Sedekah Bumi)
·
Kirap Pusaka Bende
·
Gambang Semarang
·
Batik Semarangan
·
Tari Semarangan
·
Kethoprak
·
Wayang Orang
·
Wayang Kulit
0 komentar:
Posting Komentar